SHOHIBUL JANNAH – Allah subhanahu wa ta’ala mengutus para nabi tidak hanya sebagai pembawa wahyu, tetapi juga sebagai teladan bagi umat manusia.
Allah SWT menganugerahkan sifat-sifat mulia kepada para nabi-Nya. Sifat-sifat inilah yang membuat para nabi mampu menjalankan tugas dari Allah SWT dan dihormati oleh umatnya.
Selain itu, sifat mulia ini menjadikan para nabi sebagai contoh ideal seorang pemimpin yang berintegritas tinggi, adil, dan bijaksana dalam menghadapi berbagai tantangan.
Dalam kehidupan modern, sifat mulia ini patut diteladani dan dijadikan dasar kepemimpinan oleh seluruh umat manusia.
Untuk mengetahui sifat-sifat mulia yang dianugerahkan oleh Allah SWT kepada para nabi, mari simak penjelasan berikut:
Sidik: Kejujuran Sebagai Landasan Utama
Sidikyang artinya jujur merupakan salah satu sifat yang sangat penting dimiliki oleh para nabi. Kejujuran merupakan kunci utama dalam membangun hubungan antar sesama manusia.
Sidik menjadi salah satu sifat yang dianugerahkan oleh Allah SWT kepada para nabi-Nya. Sebagaimana firman Allah SWT dalam Al-Quran surah Maryam ayat 50:
وَوَهَبْنَا لَهُمْ مِنْ رَحْمَتِنَا وَجَعَلْنَا لَهُمْ لِسَانَ صِدْقٍ عَلِيًّا
Artinya: “Dan Kami anugerahkan kepada mereka sebagian dari rahmat Kami dan Kami jadikan mereka buah tutur yang baik dan mulia.”
Ayat ini menunjukkan bahwa Allah SWT menganugerahkan kepada para nabi lisān ṣidq (lidah yang jujur), yang dihormati dan diagungkan oleh masyarakat.
Para nabi selalu menjunjung tinggi kejujuran dalam setiap perkataan dan perbuatan, sehingga apa yang dilakukan oleh nabi akan selalu dihormati dan dijadikan panutan.
Dalam konteks kepemimpinan, kejujuran merupakan landasan utama membangun kepercayaan. Sebuah kepemimpinann tidak akan bertahan lama tanpa adanya kejujuran.
Amanah: Tanggung Jawab Membawa Kepercayaan
Amanah yang artinya dapat dipercaya merupakan salah satu kualitas yang sangat penting dimiliki bagi seorang pemimpin.
Dalam kepemimpinan, amanah bukan hanya tentang menerima tugas, melainkan juga tentang kemampuan untuk melaksanakannya dengan penuh tanggung jawab.
Dalam kehidupan sehari-hari, amanah sering kali menjadi sebuah ujian besar karena tidak semua orang mampu menjalankan tugas dan tanggung jawabnya dengan sempurna.
Allah SWT menganugerahkan sifat amanah kepada para nabi agar mampu melaksanakan semua tanggung jawab dengan baik. Sebagaimana firman Allah SWT dalam Al-Quran surah An-Nisa ayat 58:
إِنَّ اللَّهَ يَأْمُرُكُمْ أَنْ تُؤَدُّوا الْأَمَانَاتِ إِلَىٰ أَهْلِهَا وَإِذَا حَكَمْتُمْ بَيْنَ النَّاسِ أَنْ تَحْكُمُوا بِالْعَدْلِ ۚ إِنَّ اللَّهَ نِعِمَّا يَعِظُكُمْ بِهِ ۗ إِنَّ اللَّهَ كَانَ سَمِيعًا بَصِيرًا
Artinya: “Sesungguhnya Allah menyuruh kamu menyampaikan amanat kepada yang berhak menerimanya, dan (menyuruh kamu) apabila menetapkan hukum di antara manusia supaya kamu menetapkan dengan adil. Sesungguhnya Allah memberi pengajaran yang sebaik-baiknya kepadamu. Sesungguhnya Allah adalah Maha Mendengar lagi Maha Melihat.”
Ayat ini menegaskan betapa pentingnya menjaga amanah. Amanah tidak hanya berlaku dalam urusan kepemimpinan, namun juga dalam setiap aspek kehidupan.
Tablig: Menyampaikan Kebenaran dengan Bijaksana
Tabligyang artinya menyampaikan, merupakan salah satu sifat nabi yang patut diteladani dalam menyampaikan wahyu dari Allah SWT.
Tabligbukan hanya soal berbicara atau menyampaikan informasi, tetapi juga tentang bagaimana menyampaikannya dengan cara yang bijaksana dan dapat diterima oleh orang lain.
Para nabi selalu menyampaikan wahyu dari Allah SWT dengan baik tanpa menambahkan maupun mengurangi walaupun hanya satu huruf. Sebagaimana firman Allah SWT dalam Al-Quran surah Al-Maidah ayat 67:
يَا أَيُّهَا الرَّسُولُ بَلِّغْ مَا أُنْزِلَ إِلَيْكَ مِنْ رَبِّكَ ۖ وَإِنْ لَمْ تَفْعَلْ فَمَا بَلَّغْتَ رِسَالَتَهُ ۚ وَاللَّهُ يَعْصِمُكَ مِنَ النَّاسِ ۗ إِنَّ اللَّهَ لَا يَهْدِي الْقَوْمَ
Artinya: “Wahai Rasul! Sampaikanlah apa yang diturunkan Tuhanmu kepadamu. Jika tidak engkau lakukan (apa yang diperintahkan itu) berarti engkau tidak menyampaikan amanat-Nya. Dan Allah memelihara engkau dari (gangguan) manusia. Sungguh, Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang kafir.”
Ayat ini menegaskan kepada Rasulullah shallallahu alaihi wasallam untuk tidak ragu dalam menyampaikan wahyu dari Allah SWT walaupun banyak ancaman dari kaum kafir.
Hal ini mengajarkan bahwa dalam menyampaikan kebenaran merupakan suatu keharusan yang tidak boleh diabaikan, meski harus berhadapan dengan banyak tantangan dan risiko.
Fatanah: Kecerdasan yang Inspiratif
Fatanah yang berarti cerdas atau bijaksana merupakan sifat mulia yang terakhir dimiliki oleh para nabi.
Sifat ini tidak mencangkup kecerdasan intelektual, tetapi juga kecerdasan emosional dan spiritual.
Para nabi dianugerahi dengan kecerdasan luar biasa yang memampukannya untuk menghadapi banyak tantangan besar. Sehingga para nabi mampu memimpin umat dengan bijaksana.
Mengutip dari gramedia.com, para nabi mampu menghadapi segala situasi dengan bijaksana. Termasuk saat menghadapi kaum yang menentang ajarannya. Sebagaimana tertera dalam firman Allah SWT surah Al- An’am ayat 83:
وَتِلْكَ حُجَّتُنَا آتَيْنَاهَا إِبْرَاهِيمَ عَلَىٰ قَوْمِهِ ۚ نَرْفَعُ دَرَجَاتٍ مَنْ نَشَاءُ ۗ إِنَّ رَبَّكَ حَكِيمٌ عَلِيمٌ
Artinya: “Dan itulah keterangan Kami yang Kami berikan kepada Ibrahim untuk menghadapi kaumnya. Kami tinggikan derajat siapa yang Kami kehendaki. Sesungguhnya Tuhanmu Mahabijaksana, Maha Mengetahui.”
Sifat fatanah mengajarkan bahwa kecerdasan bukan hanya soal angka atau logika, tetapi juga tentang kebijaksanaan dalam menghadapi tantangan hidup.
Seorang pemimpin yang bijaksana mampu membuat keputusan yang bermanfaat bagi masyarakat luas, bahkan dalam situasi yang penuh tekanan.
Kesimpulan
Empat sifat mulia para nabi merupakan pilar utama kepemimpinan yang menekankan kejujuran, tanggung jawab, kebijaksanaan dan kecerdasan dalam menghadapi tantangan.
Sifat-sifat ini menjadi teladan bagi seorang pemimpin dalam membangun kepercayaan, menjalankan tugas, dan membuat keputusan yang adil dan bijaksana.
Wallohu A’lam
Oleh Azizatun Nuroniyyah