SHOHIBUL JANNAH – Rabu wekasan identik dengan berbagai mitos dan tradisi yang beredar di kalangan masyarakat.
Banyak yang mempercayai bahwa rabu wekasan merupakan hari naas atau hari yang buruk. Hal itu di karenakan di hari tersebut Allah subhanahu wa ta’ala menurunkan beribu balak dan musibah.
Pernyataan tersebut juga dijelaskan oleh Kyai Abdul Hamid dalam kitab Kanzun Najah Was-Surur Fi Fadhail Al-Azminah wash-Shufur, yang mana disebutkan bahwa setiap tahun Allah SWT menurunkan 320.000 macam balak ke bumi dan semua itu pertama kali terjadi pada hari Rabu terakhir di bulan Safar.
Hal itulah yang menyebabkan pada hari Rabu ini, dijadikan momen untuk memperbanyak amalan-amalan serta untuk mencegah balak, salah satunya dengan sholat.
Lantas, bagaimana para ulama menyikapi adanya sholat rabu wekasan di kalangan masyarakat tersebut? Simak penjelasan lengkapnya di bawah ini.
Hukum Melaksanakan Sholat Rabu Wekasan
Melansir dari postingan akun Instagram @nuonline_id, bahwa tidak ada aturan secara gamblang yang menjelaskan anjuran sholat rabu wekasan.
Oleh karenanya, bila sholat ini diniatkan secara khusus untuk sholat bulan Safar atau sholat rabu wekasan, maka hukumnya tidak sah bahkan haram.
Hal itu merujuk dalam kaidah fikih karya Syekh Sulaiman Al-Bujairimi dalam kitab Ala al-Ina yang menerangkan bahwa hukum asal ibadah bila tidak dianjurkan adalah tidak sah.
Atas dalil tersebutlah, maka ulama sepakat untuk mengharamkan sholat-sholat yang tidak mempunyai dasar hukum kuat. Seperti contoh lainnya ialah sholat Asyura, sholat Kafarat di bulan Ramadhan, sholat Nisfu Sya’ban dan lainnya.
BACA JUGA: Selain Baca Doa, Inilah 4 Amalan Sunnah sebelum Tidur Anjuran Rasulullah
Akan tetapi, bila sholat rabu wekasan ini diniatkan dengan sholat sunnah mutlak, maka ulama berbeda pandangan.
Menurut Syekh Abdul Hamid bin Muhammad Quds al-Maki berpendapat bahwa boleh. Sedangkan Kyai Hasyim Asy’ari berpendapat haram, karena sholat sunnah mutlak dengan sholat rabu wekasan ini berbeda.
Itulah hukum sholat rabu wekasan menurut pendapat ulama’. Akan tetapi sebagai hamba Allah SWT yang beriman haruslah mempercayai bahwa setiap takdir itu memiliki kebaikan.
Serta Allah SWT tidak akan memberikan dan menciptakan hal yang buruk untuk umat-Nya. Seperti yang dijelaskan dalam hadits berikut:
عَنْ أَبِيْ هُرَيْرَةَ رضي الله عنه قَالَ إِنَّ رَسُولَ اللهِ صلى الله عليه وسلم: قَالَ لَا عَدْوَى وَلَا صَفَرَ وَلَا هَامَةَ. رواه البخاري ومسلم.
Artinya: “Dari Abu Hurairah Radhiyallahu Anhu, Rasulullah Saw bersabda: Tidak ada penyakit menular. Tidak ada kepercayaan datangnya malapetaka di bulan Shafar. Tidak ada kepercayaan bahwa orang mati itu rohnya menjadi burung yang terbang,” (HR. al-Bukhari dan Muslim).
Semoga ilmu yang dipaparkan dapat bermanfaat.
Wallohu A’lam
Oleh Miftahus Sholichah