SHOHIBUL JANNAH – Tidur merupakan salah satu kebutuhan setiap individu. Tidur yang cukup bisa membuat seseorang beraktivitas dengan baik dan memiliki badan yang fit.
Waktu tidur yang cukup ideal setiap hari kisaran enam sampai delapan jam dengan menyertakan qailulah (tidur sebentar) di siang hari.
Namun, di dalam islam ada beberapa waktu yang dilarang, berikut penjelasannya:
Pertama, tidur setelah sholat subuh sampai terbitnya matahari. Tidur di waktu pagi terutama setelah sholat subuh tidak dianjurkan sebab dapat menghilangkan keberkahan rezeki dan keberkahan umur.
Hal ini seperti dijelaskan oleh Habib Zain bin Smith dalam Fawaid al-Mukhtarah:
النوم بعد الصبح يذهب بركة الرزق والعمر لأن بركة هذه الأمة فى البكور وهو بعد صلاة الفجر إلى طلوع الشمس
Artinya: “Tidur setelah subuh menghilangkan keberkahan rezeki dan keberkahan berkah umur, sebab berkahnya umat ini ada di waktu pagi, yakni waktu setelah sholat subuh sampai terbitnya matahari.”
Kedua, tidur setelah masuk waktu ashar. Tidur setelah waktu ashar bisa menimbulkan resiko penurunan kognitif. Salah satu dampaknya menyebabkan linglung ketika bangun dari tidur sore.
Tidur sore memang dapat mengurangi berbagai fungsi kognitif, termasuk konsentrasi dan daya ingat.
- BACA JUGA: 5 Adab sebelum Tidur ala Rasulullah
Hal itu dapat memicu kehilangan konsentrasi, otak akan lebih kesulitan untuk berpikir dan mencerna apa yang baru saja terjadi. Kondisi tersebut juga dikenal dengan sleep inertia atau proses transisi antara tidur dan bangun.
Resiko berbagai efek samping tersebut bisa meningkat apabila tidur di waktu sore berlangsung cukup lama.
Alasan tersebut telah dijelaskan dalam sebuah riwayat hadits:
مَنْ نَامَ بَعْدَ الْعَصْرِ فَاخْتُلِسَ عَقْلُهُ فَلَا يَلُومَنَّ إِلَّا نَفْسَهُ
Artinya: “Barang siapa tidur setelah waktu ashar, lalu hilang akalnya, maka jangan pernah salahkan kecuali pada dirinya sendiri,” (HR Ad-Dailami).
Meski para ulama menghukumi hadits di atas sebagai hadits dhaif namun hadits di atas masih relevan dalam konteks fadhail al-a’mal (perbuatan keutamaan).
Ketiga, adalah tidur sebelum melaksanakan sholat isya’. Dijelaskan dalam salah satu hadits shahih:
كَانَ يَكْرَهُ النَّوْمَ قَبْلَ العِشَاءِ وَالحَدِيثَ بَعْدَهَا البخاري
Artinya: “Sesungguhnya Rasulullah tidak senang tidur sebelum sholat isya’ dan berbincang-bincang setelah shalat isya’,” (HR Bukhari).
Sebagaimana riwayat hadits lain yang mengatakan:
وَأما سَبَب كَرَاهَة النّوم قبلهَا فَلِأَن فِيهِ تعرضا لفَوَات وَقتهَا باستغراق النّوم، وَلِئَلَّا يتساهل النَّاس فِي ذَلِك فيناموا عَن صلَاتهَا جمَاعَة. وَأما كَرَاهَة الحَدِيث بعْدهَا فَلِأَنَّهُ يُؤَدِّي إِلَى السهر، وَيخَاف مِنْهُ غَلَبَة النّوم عَن قيام اللَّيْل وَالذكر فِيهِ، أَو عَن صَلَاة الصُّبْح
Artinya: “Adapun sebab makruhnya tidur sebelum isya’ karena akan berpotensi hilangnya waktu isya’ dengan menghabiskan waktu untuk tidur dan juga supaya orang-orang tidak menganggap enteng hal demikian, hingga mereka tidur dan meninggalkan sholat isya’ secara berjamaah,” (HR Bukhari).
Adapun makruhnya berbincang-bincang setelah isya’ karena akan mendorong untuk begadang dan dikhawatirkan akan tertidur hingga meninggalkan qiyamul lail, berdzikir saat malam dan meninggalkan sholat subuh.
Sedangkan waktu tidur yang dianjurkan oleh syara’ adalah tidur pada waktu qailulah. Dijelaskan dalam hadits berikut:
قِيلُوا فَإِنَّ الشَّيْطَانَ لَا يَقِيلُ
Artinya: “Tidurlah qailulah (siang hari) kalian, sesungguhnya Setan tidak tidur di waktu qailulah,” (HR Thabrani).
Waktu qailulah ini ada yang menafsirkan tidur sebelum waktu dzuhur (tergelincirnya matahari), ada pula yang menafsirkan setelah masuk waktu dzuhur. Fungsi utama tidur qailulah ini adalah sebagai persiapan agar dapat melaksanakan qiyamul lail dengan sholat dan berdzikir di malam hari.
Seperti yang dijelaskan oleh Imam al-Ghazali dalam kitab Ihya’ Ulumuddin:
القيلولة وهي سنة يستعان بها على قيام الليل كما أن التسحر سنة يستعان به على صيام النها
Artinya: “Tidur qailulah adalah sunnah yang dapat membantu seseorang untuk melaksanakan qiyamul lail, seperti halnya sahur hukumnya sunnah yang berfungsi untuk membantu seseorang dalam melaksanakan puasa di siang hari.”
Waktu tidur yang dianjurkan oleh syara’ adalah waktu malam, agar dapat melakukan aktivitas secara prima pada keesokan harinya.
Hal ini seperti ditegaskan dalam Al-Qur’an surah An-Naba’, ayat 10-11:
وَجَعَلْنَا اللَّيْلَ لِباساً وَجَعَلْنَا النَّهارَ مَعاشاً
Artinya: “Dan Kami menjadikan malam sebagai pakaian (waktu tidur), dan Kami menjadikan siang untuk mencari penghidupan.”
Kesimpulan dari pembahasan di atas, Waktu tidur yang tidak dianjurkan ada tiga yakni setelah sholat subuh, setelah sholat ashar, dan sebelum sholat isya’. Kemudian waktu yang di anjurkan ada dua yakni, waktu qailulah dan waktu malam.
Demikian bahasan kali ini semoga Allah subhanahu wata’ala senantiasa mempermudah kita untuk menjauhi waktu-waktu tidur yang tidak dianjurkan. Aamiin ya rabbal alamin.
Wallohu A’lam
Oleh Dherini Rahmarini