SHOHIBUL JANNAH – Maksiat merupakan perbuatan yang bertentangan dengan syariat Allah subhanahu wa ta’ala, yang apabila dilakukan akan mendapatkan dosa. Contohnya seperti mencuri, ghibah, dan zina.
Maksiat ternyata tidak serta-merta Allah SWT larang begitu saja. Namun, banyak dampak yang bisa dirasakan ketika melakukan suatu kemaksiatan.
Berikut dampak dari perilaku maksiat:
Mempengaruhi Hati
Maksiat ternyata dapat mempengaruhi hati. Hal ini bisa dilihat ketika seseorang melakukan suatu maksiat.
Seseorang yang melakukan kemaksiatan akan memiliki perasaan yang gelisah dan khawatir. Selain itu perbuatan maksiat juga dapat mengotori hati.
Dari sahabat Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, dari Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, bahwasanya beliau bersabda:
إنَّ العبدَ إذا أخطأَ خطيئةً نُكِتت في قلبِهِ نُكْتةٌ سوداءُ، فإذا هوَ نزعَ واستَغفرَ وتابَ سُقِلَ قلبُهُ، وإن عادَ زيدَ فيها حتَّى تعلوَ قلبَهُ، وَهوَ الرَّانُ الَّذي ذَكَرَ اللَّه كَلَّا بَلْ رَانَ عَلَى قُلُوبِهِمْ مَا كَانُوا يَكْسِبُونَ
Artinya: “Sesungguhnya seorang hamba jika melakukan satu dosa, maka akan dititikkan dalam hatinya satu titik hitam. Dan jika dia meninggalkan dosa tersebut, meminta ampun dan bertaubat, maka hatinya akan bersih. Namun, jika dia terus bermaksiat, maka akan ditambahkan titik hitam sampai menutupi hatinya, dan itulah yang diistilahkan dengan ‘ron’, yaitu penutup yang Allah sebutkan dalam FirmanNya: ‘Sekali-kali tidak, akan tetapi penutup telah menutupi hatinya diakibatkan apa yang mereka kerjakan dari perbuatan dosa,” (HR. At-Tirmidzi).
Berdampak Terhadap Fisik
Maksiat juga dapat berdampak terhadap fisik, contoh ketika seseorang berzina atau melakukan “free sex” hal ini dapat beresiko terkena virus HIV.
Contoh lainnya ketika seseorang yang mempunyai kebiasaan memakan makanan atau minuman yang tidak halal.
Makanan atau minuman menjadi haram tidak selalu dari zat dan kandungannya saja. Melainkan dari cara memperolehnya juga bisa dikatakan haram (seperti diperoleh dari cara mencuri).
Menghalangi Masuknya Ilmu
Ilmu merupakan anugerah yang tidak semua orang dapat memilikinya, karena ilmu diibaratkan seperti cahaya yang tidak akan masuk ke dalam tempat yang gelap. Maksudnya adalah ilmu tidak akan diberikan kepada pelaku maksiat.
Sebagaimana yang dikatakan oleh Imam Syafi’i rahimahullah dalam kitab I’anatuth Tholibin:
شَكَوْت إلَى وَكِيعٍ سُوءَ حِفْظِي فَأَرْشَدَنِي إلَى تَرْكِ الْمَعَاصِي وَأَخْبَرَنِي بِأَنَّ الْعِلْمَ نُورٌ وَنُورُ اللَّهِ لَا يُهْدَى لِعَاصِي
Artinya: “Aku pernah mengadukan kepada Imam Waki’ tentang jeleknya hafalanku. Lalu beliau menunjukiku untuk meninggalkan maksiat. Beliau memberitahukan padaku bahwa ilmu adalah cahaya dan cahaya Allah tidaklah mungkin diberikan pada ahli maksiat.”
Mengurangi Nikmat Ibadah
Maksiat ternyata juga dapat mengurangi kenikmatan dalam beribadah. Karena ketika melakukan kemaksiatan, hati akan lebih condong terhadap keburukan. Sehingga membuat hati tidak lagi merasakan nikmatnya ibadah.
Semoga Allah SWT selalu menjaga kita dari kemaksiatan, diberikan kenikmatan beribadah, serta ditambahkan ilmu yang bermanfaat. Aamiin yaa rabbal alamin.
Wallohu A’lam
Oleh Dherini Rahmarini